Ramadan adalah bulan kesembilan dalam kalender Islam, pada bulan Ramadan pula wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad. Bulan Ramadan berlangsung selama 29 hari atau 30 hari berdasarkan pengamatan hilal, menurut beberapa aturan yang tertulis dalam hadits.
Sejarah singkat
Secara etimology (ilmu kebahasaan) kata Ramadan berasal dari akar kata bahasa Arab ramiḍa ( َرَمِض) atau ar-ramaḍ (الرَّمَض), yang berarti panas yang menghanguskan, panas yang menyengat atau kekeringan. Dulu, bangsa Babilonia yang budayanya pernah sangat dominan di utara Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar (penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). Bulan kesembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh sengatan matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu malamnya. Di malam hari panas di bebatuan dan pasir sedikir reda, tapi sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadan, bulan dengan panas yang menghanguskan.Dari akar kata tersebut kata Ramadan digunakan untuk menandakan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata Ramadan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan oleh perbuatan baik sebagaimana matahari membakar tanah. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen Ramadan oleh para penganut Islam yang serius untuk mencairkan, menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas menggambarkan sesuatu yang dapat mencairkan materi.
Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan, yang rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis Matahari, bulan Ramadan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih memahami 'panas'nya Ramadan secara kiasan (metaphoric). Karena pada hari-hari Ramadan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah Ramadan maka dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai Ramadan orang yang berpuasa tak lagi berdosa.
Ramadan atau Ramadhan ?
Pertanyaan ini sering muncul di pencarian google. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita akan tinjau romanisasi huruf Arab secara IPA ( International Pronounciation Alfabet = pengucapan alfabet internasional ) dan secara Indonesia. Namun, sebelum itu mari kita kenali dulu huruf ض. Huruf ini mirip dengan huruf "d" namun saat diucapkan kedua pipi diisi penuh udara dan saat diucapkan terdengar seperti "dod".
Secara IPA keduanya tidak benar karena huruf ض diterjemahkan sebagai "ḍ"(d titik bawah) sedangkan "dh" adalah romanisasi untuk huruf ذ . Namun mungkin karena keyboard hanya menyediakan huruf latin standar yang membuat penambahan titik di bawah huruf "d" susah maka "Ramaḍan" ditulis "Ramadan" saja. Sehingga yang mendekati IPA adalah Ramadan.
Dari segi romanisasi Arab-Indonesia, huruf ض diterjemahkan sebagai "ḍh" jadi, yang benar secara Arab-Indonesia adalah Ramadhan.
Sekarang apakah anda mau menggunakan kata "Ramadan" atau "Ramadhan" itu terserah anda. Hal ini tidak akan ditanyakan atau disalahkan di akhirat.
Kekhususan bulan Ramadan
Kekhususan bulan Ramadan bagi orang beriman tergambar pada Al-Quran pada surah Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa."— (Al-Baqarah 2: 183)
Puasa Ramadhan dalam hukumnya merupakan fardhu ‘ain yaitu wajib (mengerjakan mendapat pahala dan meninggalkan mendapat) untuk setiap Muslim dewasa, kecuali mengalami halangan untuk melakukannya seperti sakit, dalam perjalanan, sudah tua, hamil, menyusui, diabetes atau sedang mengalami menstruasi. Kewajiban berpuasa pada bulan Ramadan turun pada bulan Sya'ban tahun kedua setelah hijrahnya umat Muslim dari Mekkah ke Madinah. Bulan Ramadan diawali dengan penentuan bulan sabit atau hilal sebagai pertanda bulan baru.
Syarat wajib puasa
Seorang muslim wajib melaksanakan puasa jika memenuhi syarat sebagai berikut
1) Berakal sehat.
Tidak wajib puasa bagi orang tidak berakal sehat misalnya gila, sakit jiwa2) Balig atau dewasa.
3) Mampu berpuasa.
Syarat syah puasa
disamping syarat wajib, ada syarat lain agar puasanya syah (valid) sebagai berikut1) Beragama Islam.
Puasa tidak syah bagi non muslim atau murtad (orang yang keluar dari Islam)
2) Tamyiz. ( dapat membedakan baik dan buruk atau benar dan salah)
3) Suci dari haid dan nifas (khusus perempuan)
4) Dalam waktu yang diperbolehkan berpuasa
Rukun puasa
Orang yang berpuasa harus memenuhi dua rukun puasa yaitu:1) Niat puasa
Niat puasa harus diucapkan dalam hati sebelum fajar atau adzan shubuh. Berikut adalah niat puasa
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ اَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ
رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ فَرْضًا للَّهِ تَعَالَى
Latin: nawaitu shouma ghodin an adaai fardhi syahri romadhoona haadzihissanati fardhon lillaahi ta'alaa
Artinya: saya berniat puasa besok karena memenuhi kewajiban bulan ramadan tahun ini, fardu karena Allah Ta'alaa.
2) Menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Perkara-perkara yang membatalkan puasa
Ada enam perkara yang bisa membatalkan puasa yaitu:1) Makan dan minum juga merokok
Makan, minum dan juga merokok secara sengaja itu membatalkan puasa. Namun jika lupa itu tidak membatalkan puasa. Hendaklah seseorang yang makan, minum atau merokok karena lupa segera menghentikannya jika sadar bahwa dirinya sedang puasa.
2) Muntah yang disengaja atau dibuat-buat
Muntah yang tidak disengaja atau tidak dibuat-buat itu tidak membatalkan puasa.
3) Berhubungan sex di siang hari
Apakah itu dilakukan oleh suami istri atau bukan, berhubungan sex di siang hari tetap membatalkan puasa. Bedanya jika dilakukan oleh bukan suami istri (berzinah), selain puasanya batal juga dicatat melakukan dosa besar.
4) Keluar darah haid atau nifas pada perempuan
5) Gila atau sakit jiwa
6) Mengeluarkan mani dengan sengaja (onani atau masturbasi).
Jika keluar mani secara tidak disengaja misalnya mimpi basah di siang hari maka puasanya tidak batal.
Perkara-perkara yang mengurangi pahala puasa
Ada banyak perkara yang bisa mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa adalah semua perbuatan yang dilarang dalam Islam, contohnya antara lain: bertengkar, berkelahi,membicarakan kejelekan orang termasuk melalui media sosial atau tv, berbohong, berkhianat, memfitnah, mencuri, korupsi, melihat aurat baik itu nyata atau dalam bentuk gambar atau video (pornografi), dan sebagainya.Perkara-perkara yang disunnahkan dalam puasa
Hukum sunnah berarti mendapatkan pahala jika mengerjakan tidak mendapatkan siksa jika tidak mengerjakan. Orang yang berpuasa disunnahkan melakukan hal-hal berikut:1) Banyak betaubat atau memohon ampun atas segala dosa.
2) Berdoa ketika berbuka puasa. Doa berbuka puasa
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَ بِكَ اَمَنْتُ وَ عَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِينْ
Latin: Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa 'alaa rizqika afthortu birohmatika yaa arhamar-roohimiin
Artinya : ya Allah untukmu aku berpuasa dan kepadamu aku beriman dan karena rizki darimu aku berbuka dengan kasih sayangmu wahai dzat yang maha penyayang.
3) Memperbanyak sedekah.
4) Sholat malam termasuk sholat tarawih.
5) Tadarus atau membaca Alquran.
Orang-orang yang boleh buka puasa di siang hari Ramadan
Ada orang-orang diperbolehkan buka puasa di siang hari Ramadan, mereka adalah:1) orang yang sakit. Dia harus menggantinya di bulan lain jika sudah sembuh.
2) orang dalam perjalanan jauh.
3) Orang tua yang sudah lemah.
4) wanita yang hamil dan yang menyusui anak.
Iklan. semoga Anda tertarik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar