Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang Sakinah, saling mencintai dan mengasihi, menjadi keluarga yang bahagia di dunia dan di akhirat yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar Rum ayat 21.
A. PENGERTIAN MUNAKAHAT
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar pernikahan adalah nikah, menurut bahasa Indonesia, nikah artinya bersatu atau berkumpul. Dalam istilah syariat, nikah artinya melakukan akad nikah atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka sama suka demi terwujudnya rumah tangga yang bahagia, yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
B. DASAR-DASAR MUNAKAHAT
1. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa ayat 3
(((((((((((( ((( ((((( ((((( ((((( (((((((((((( (((((((( ((((((((( ((((((((( ( (((((( (((((((( (((( ((((((((((( ((((((((((( ….
Artinya: “… maka nikahilah wanita-wanita yang baik bagimu dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka nikahilah seorang saja.
2. Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda.
Artinya :
“Hai para pemuda, barangsiapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan kawin, hendaklah ia kawin, karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan matanya dan (menjaga kelamin), dan barangsiapa tidak mampu, hendaklah ia berpuasa sebab puasa itu akan dapat mengurangi nafsu birahi.” (HR Bukhori)
C. HUKUM MUNAKAHAT
Ditinjau dari segi kondisi orang (terutama calon suami) yang akan menikah, hukum pernikahan sebagai berikut:
Sunnah, yaitu bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, mampu mengendalikan diri dari perzinahan, tetapi tidak segera menikah.
Wajib, yaitu bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera menikah.
Makruh, yaitu bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah lahir terhadap isteri dan anak-anaknya.
Haram, yaitu bagi orang yang ingin menikah dengan tujuan hanya ingin menyakiti isterinya.
D. PEMINANGAN
Peminangan dalam ushul fiqh disebut khitbah, artinya menyampaikan maksud dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk dijadikan isteri, baik secara langsung maupun mewakilkan dengan memberi barang sebagai ikatan. Berikut adalah wanita yang haram dikhitbah sekaligus dinikahi:
1. Wanita yang haram dilamar secara sindiran:
a. wanita yang masuk dalam kelompok muhrim
b. wanita yang masih bersuami
c. wanita yang masih dalam iddah talak satu dan dua
d. wanita yang sudah dilamar / tunangan
2. Wanita yang haram dilamar dengan terus terang:
a. wanita yang berada dalam iddah wafat
b. wanita yang berada dalam iddah talak tiga
E. RUKUN PERNIKAHAN
1. Ada calon suami, syaratnya: laki-laki, dewasa, Islam, kemauan sendiri, tidak sedang dalam ihram haji atau umrah, dan bukan muhrimnya.
2. Ada calon isteri, syaratnya: perempuan, cukup berumur 16 tahun, bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan pernikahan dengan orang lain, bukan muhrim, dan tidak dalam ihram haji atau umrah.
3. Ada wali nikah, yaitu orang yang mengijinkan pernikahan.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shalaahu ‘Alaihi wa Sallam:
Artinya:
“Barangsiapa diantara perempuan yang nikah dengan tidak diizinkan walinya, maka pernikahan itu batal” (HR. Imam empat ahli hadits, kecuali Nasai).
Dalam hadits lain disebutkan:
Artinya:
“Tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan wali dan kedua orang saksi yang adil”. (HR Daruquthni).
Berikut macam-macam wali nikah, dapat dibagi menjadi 2 golongan :
a. Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan. Adapun urutan wali nasab sebagai berikut:
1) Ayah kandung
2) Kakek (Ayah dari ayah)
3) Saudara laki-laki sekandung
4) Saudara laki-laki seayah
5) Saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah
6) Saudara laki-laki ayah yang sebapak dengan ayah
b. Wali hakim, yaitu wali yang statusnya sebagai kepala Negara, menteri agama, kepala pengadilan agama, kepala KUA beragama Islam. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila:
1) Wali nasab benar-benar tidak ada, misalnya sedang ihram Haji/Umrah, menolak sebagai wali, masuk penjara, dan hilang.
2) Wali yang lebih dekat tidak memenuhi syarat, bepergian jauh, tidak memberi kuasa terhadap wali nasab, dan wali yang lebih jauh tidak ada.
4. Ada saksi, syarat-syarat saksi : Islam, laki-laki, dewasa, berakal sehat, dapat berbicara, mendengar, melihat, adil dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
5. Ada kata-kata ijab dan qabul
Ijab artinya ucapan wali dari pihak mempelai wanita, sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki.
Qabul artinya ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Dalam ijab qabul suami wajib memberi mahar (maskawin) sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(((((((((( (((((((((((( ((((((((((((( (((((((( ( ((((( (((((( (((((( ((( (((((( ((((((( ((((((( ((((((((( ((((((((( ((((((((( (((
Artinya:
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” (QS. An-Nisa : 4).
Setelah akad nikah diadakan walimah, yaitu syukuran atau memberitahukan kepada khalayak tentang pernikahan yang hukumnya sunnah muakad.
Sebagaimana Sabda Rasulullah Shaalahu ‘Alaihi wa Sallam :
اَÙˆْÙ„ِÙ…ْ ÙˆَÙ„َÙˆْ بِØ´َاةٍ رواه البخارى ومسلم
Artinya:
“Adakan walimah walaupun hanya dengan memotong seekor kambing” (HR Bukhori dan Muslim)
F. MUHRIM
Muhrim menurut bahasa artinya diharamkan. Dalam Ilmu Fiqih, muhrim artinya wanita-wanita yang haram untuk dinikah/dinikahi. Adapun sebab-sebab wanita haram dinikahi, karena:
1. Keturunan (Linnasb)
a. Ibu kandung
b. Anak kandung
c. Saudara perempuan dari bapak (Ua atau bibi)
d. Saudara perempuan dari saudara sekandung (kakak atau adik)
e. Saudara perempuan sebapak (kakak atau adik)
2. Hubungan Sepersusuan (Limradho’ah)
a. Ibu yang menyusui
b. Saudara perempuan sepersusuan
3. Hubungan pernikahan (Litajawwuj)
a. Ibu dan isteri (mertua)
b. Anak tiri
c. Ibu tiri (isteri dari ayah)
d. Menantu (isteri dari anak laki-laki)
4. Mempunyai pertalian muhrim dengan isteri (Liljam’i)
Misalkan: haram melakukan polygami (memperistri dua saudara sekaligus) atau terhadap dua orang saudara.
G. KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTERI
1. Kewajiban suami, yaitu merupakan hak isteri, diantaranya:
a. Memberi nafkah: sandang, pangan dan papan (tempat tinggal)
b. Berlaku adil, sabar terhadap isteri dan anak-anaknya
c. Memberi perhatian penuh terhadap isteri
d. Hormat dan bersikap baik kepada keluarga isteri
2. Kewajiban isteri, yaitu merupakan hak suami diantaranya:
a. Taat kepada suami sesuai dengan ajaran Islam
b. Menerima dan menghormati pemberian suami sesuai dengan kemampuan
c. Memelihara kehormatan diri dan harta benda suami
d. Memelihara, mengasuh, mendidik anak-anak agar menjadi saleh dan salehah
e. Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarga.
f. Hormat kepada suami dan keluarganya.
H. TUJUAN PERNIKAHAN
1. Untuk mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya
2. Untuk memperoleh hidup yang tentram dan bahagia (sakinah, mawaddah, dan warohmah)
3. Untuk memperoleh keturunan yang sah.
4. Untuk keselamatan diri sendiri, keluarga, keturunan, dan masyarakat
5. Untuk memelihara kebinasaan hawa nafsu
6. Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang
7. Untuk memenuhi kebutuhan seksual secara sah dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala
I. PERCERAIAN
Perceraian atau talak, artinya memutuskan ikatan pernikahan antara suami dan isteri. Hal yang dapat memutuskan ikatan pernikahan adalah : meninggalnya salah satu pihak antara suami/isteri, ucapan, talak, fasakh, khulu’, li’an, ila, dan zihar. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Talak, ialah melepaskan ikatan pernikahan dengan mengucap secara suka rela dari pihak laki-laki kepada isterinya.
Dasar Hukum Talak
Rasulullah Shalaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عَÙ†ِ ابْÙ†ِ عُÙ…َرَÙ‚َا Ù„َ : Ù‚َالَ رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ
ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ : اَبْغَضُ الْØَلاَÙ„ِ عِÙ†ْدَاللهِ Ù‡ُÙˆَالطَّلاَ Ù‚ُ
Artinya:
“Perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci Allah ialah talak”. (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Kalimat Talak, dibagi dua macam, yaitu :
Sarih, yaitu talak yang diucapkan dengan kata-kata yang jelas.
Kinayah, yaitu talak yang diucapkan dengan kata-kata sindiran.
Talak, dibagi dua macam, yaitu :
Talak Raji’I, ialah talak yang dijatuhkan suami terhadap isterinya untuk pertama kalinya atau dua kalinya, dan suami boleh rujuk (kembali) kepada isteri yang telah ditalaknya selama masih dalam iddah juga masih dapat menikah dengannya jika masa iddahnya telah habis.
Talak bain ialah talak dimana suami tidak boleh rujuk (kembali) kepada isteri yang ditalaknya itu, tetapi harus dengan akad nikah baru.
Talak bain dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
Bain Sughra (kecil), seperti talak tebus (khulu) dan mentalak isteri yang belum dicampuri.
Bain Kubro (besar), ialah talak yang sudah dijatuhkan suami sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda.
2. Fasakh, artinya pembatalan pernikahan antara suami isteri karena sebab-sebab tertentu akibat perceraian dengan fasakh, suami tidak boleh rujuk. Namun, kalau ia ingin kembali sebagai suami isteri harus melalui akad nikah baru.
Adapun sebab-sebab yang membolehkan fasakh, yaitu:
Sebab-sebab yang dapat merusak akad nikah.
Sebab-sebab yang menghalangi tercapainya tujuan pernikahan.
3. Khulu, secara bahasa artinya tanggal menurut ilmu fiqih, khulu artinya talak yang dijatuhkan isteri kepada suaminya, dengan jalan tebusan dari pihak isteri, baik dengan cara mengembalikan mas kawin kepada suaminya, atau memberikan uang sesuai kesepakatan bersama.
4. Li’an, ialah tuduhan melakukan zina dari seorang suami kepada isterinya. Apabila suami isteri masing-masing berani bersumpah dengan mengakui kebenarannya, maka terjadilah perceraian selamanya dan haram mengulang pernikahannya.
5. Ila’, artinya suami bersumpah bahwa ia tidak akan mengumpuli isterinya selama empat bulan atau lebih atau dalam masa yang tidak ditentukan. Jika suami sebelum empat bulan sudah kembali kepada isterinya, ia wajib membayar denda tiga kifarat. Namun, suami sampai empat bulan tidak kembali kepada isterinya, hakim berhak menyuruh kepada suami memilih membayar kifarat, kembali atau mentalak isterinya. Jika suami tidak memilih, hakim berhak menceraikan isterinya dengan paksa.
6. Zhihar, artinya punggung. Menurut istilah zhihar, ialah seorang suami atau laki-laki yang menyerupakan isterinya dengan ibunya. Jika seorang suami menyatakan demikian tidak diteruskan talak, maka wajib ia membayar kifarat dan haram atasnya bercampur.
Denda (kifarat) zhiharnya ada tiga tindakan, yaitu:
Memerdekakan hamba sahaya
Kalau hamba sahaya tidak ada, berpuasa dua bulan berturut-turut.
Kalau tidak kuat puasa, memberi makan 60 orang fakir miskin (tiap-tiap orang ¾ liter)
7. Hadanah, artinya memelihara, menjaga, mendidik, dan mengatur segala keperluan (urusan) anak-anak yang belum mumayiz. Walaupun yang melaksanakan hadanah itu isteri, tetap saja kebutuhan anak-anak masih menjadi tanggungan suami. Dan apabila anak-anak sudah mumayiz, pihak pengadilan yang akan menentukan anak-anak itu akan ikut ibu atau bapaknya. Akan tetapi keadaan ibu bapaknya sama saja, anak-anak diberi kebebasan memilih ikut ibu atau bapak.
Syarat-syarat orang yang melaksanakan hadanah, yaitu:
berakal sehat
merdeka
islam
dapat menjaga kehormatan dirinya dan anak-anak
bersifat jujur dan dapat dipercaya
telah tinggal di dalam negeri dimana anak-anak berada
8. Iddah, ialah masa menunggu bagi seorang isteri yang dicerai oleh suami atau sebab ditinggal mati oleh suami.
Adapun masa iddah sebagai berikut :
a. Iddah karena ditinggal (suaminya meninggal)
1) Jika isteri itu hamil, iddahnya sampai melahirkan
2) Jika isteri tidak hamil, iddahnya sampai 4 bulan 10 hari
b. Iddah karena cerai hidup
1) Isteri yang belum pernah dicampuri oleh suaminya, maka baginya tidak ada masa iddah
2) Isteri yang pernah dicampuri oleh suaminya.
a) Jika ia mengandung, maka iddahnya sampai melahirkan
b) Isteri yang masih mengalami menstruasi (masih subur), iddahnya 3 kali suci.
c) Isteri yang sudah menopause, iddahnya 3 bulan.
Adapun tujuan atau manfaat iddah sebagai berikut :
a. Bagi pihak isteri, untuk mengetahui dia hamil atau tidak. Kalau ternyata hamil, maka anak tersebut adalah anak suami yang menceraikan.
b. Bagi pihak suami, untuk memberi tenggang waktu guna mempertimbangkan, cerai atau rujuk kepada isteri tersebut.
c. Bagi kedua belah pihak, untuk merenungkan masa-masa yang lalu, yang pada akhirnya untuk mengambil resiko, cerai atau rujuk.
J. RUJUK
Rujuk ialah kembalinya suami kepada isteri yang telah dicerai untuk melanjutkan ikatan nikah mereka (suami isteri).
Dasar hukum Rujuk
Allah berfirman :
( ((((((((((((((( (((((( ((((((((((( ((( ((((((( (((( ((((((((((( (((((((((( (
Artinya:
“Dan suami berhak merujuknya dalam masa menanti, jika mereka itu menghendaki islah. (QS. Al-Baqoroh: 228)
Rukun rujuk antara lain :
1. Ada isteri, syarat-syaratnya:
a. Isteri jelas orang
b. Isteri dalam talak raj’i
c. Isteri sudah dicampuri
d. Rujuk dilakukan masih dalam masa iddah.
2. Suami, syaratnya: rujuk harus kehendak sendiri.
3. Saksi, syaratnya: saksi harus laki-laki dan adil.
4. Ada lafal atau ucapan rujuk.
Macam-macam hukum rujuk, yaitu:
Sunah, apabila suami bermaksud memperbaiki keadaan keluarga dan rujuk akan lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Wajib, bagi suami yang mentalak isterinya, sebelum mentalak ia belum menyempurnakan pembagian waktunya.
Makruh, apabila meneruskan perceraian lebih baik dari pada rujuk
Haram, jika maksud rujuknya suami untuk menyakiti lagi isterinya.
Mubah, boleh rujuk dan boleh tidak.
K. KETENTUAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG
1. Perkawinan menurut UU RI No. 1 Tahun 1974
a. Pengertian Perkawinan
Dalam pasal 1 undang-undang RI No 1 Tahun 1974 dijelaskan tentang pengertian perkawinan dan tujuannya. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Pencatatan Perkawinan
Undang-undang No 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 berbunyi: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangannya yang berlaku”
Pencatatan perkawinan tercantum dalam PP RI no. 9 Tahun 1975 Bab II pasal 2 sampai dengan pasal 9, yang isinya:
Calon mempelai atau orang tua mempelai, hendaklah memberi tahu kepada Petugas Pencatatan Nikah (PPN) tentang maksudnya menikah.
Pemberitahuan tersebut sekurang-kurangnya 10 hari sebelum pelaksanaan
Pemberitahuan identitas diri meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, status, dan alamat tempat tinggal.
PPN (dari KUA) meneliti tentang persyaratan pernikahan yang diperlukan, kendala, halangan apa yang timbul dalam pelaksanaan pernikahan.
Menentukan waktu pelaksanaan pernikahan, meliputi: hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam serta tempat pelaksanaan pernikahan atau akad nikah dilangsungkan.
2. Peranan Pengadilan Agama dalam Penetapan Talak
a. Dalam UU RI No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bab III pasal 38 dan 39 dijelaskan sebagai berikut:
1) Perkawinan dapat diputuskan karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan
2) Perceraian hanya dapat diputuskan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
3) Untuk melakukan perceraian harus ada alasan bahwa antara suami isteri tidak dapat hidup rukun sebagaimana suami isteri.
4) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan sendiri.
b. Dalam UU RI No. 7 Tahun 1989 II pasal 66-68 dijelaskan bahwa perceraian dilakukan melalui sidang Pengadilan, ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
1) Cerai talak, ialah perceraian yang ditetapkan oleh hakim pengadilan agama karena ada permohonan suami kepada pengadilan agama untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
2) Cerai gugat, ialah cerai yang ditetapkan oleh hakim pengadilan agama, karena ada gugatan isteri atau kuasanya kepada pengadilan agama agar pengadilan agama mengadakan sidang guna memutuskan hubungan pernikahan antara isteri dengan suami.
3) Cerai dengan alasan zina, ialah perceraian yang ditetapkan oleh hakim pengadilan agama karena adanya gugatan suami atau isteri kepada pengadilan agama, agar pengadilan agama mengadakan sidang guna memutuskan hubungan pernikahan, berdasarkan alasan zina.
c. Dalam UU RI No 7 Tahun pasal 49 – 68 menyatakan:
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang:
Perkawinan
Kewarisan, wasiat, hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
Wakaf dan sedekah
L. HIKMAH PERKAWINAN
1. Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menghindari cara yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan diridhoi Allah untuk memperoleh anak serta mengembangkan keturunan yang sah.
3. Melalui pernikahan, kita dapat menyatukan naluri kebapaan bagi laki-laki dan naluri keibuan bagi wanita.
4. Melalui pernikahan, suami isteri dapat memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara, mengasuh, dan mendidik anak-anaknya.
5. Melalui pernikahan, suami isteri dapat membagi rasa tanggung jawab yang sebelumnya dipikul oleh masing-masing pihak.
6. Pernikahan dapat pula membentengi diri dari perbuatan tercela.
7. Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Shalaahu ‘Alaihi wa Sallam.
M. LATIHAN
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!
1. Apakah arti nikah? Jelaskan!
Jawab :
2. Sebutkan beberapa macam tujuan nikah!
Jawab :
3. Hukum nikah antara lain wajib dan sunah. Jelaskan pengertiannya masing-masing!
Jawab :
4. Apa yang anda ketahui tentang wali?
Jawab :
5. Sebutkan beberapa syarat wali!
Jawab :
Berikan contoh singkat ijab kabul dalam pernikahan!
Jawab :
7. Apa yang disebut zihar itu?
Jawab :
8. Dalam perkawinan setelah berkeluarga ada istilah gono-gini. Jelaskan pengertian masing-masing!
Jawab :
9. Apa yang Anda ketahui tentang talak khulu’? Jelaskan!
Jawab :
10. Apa arti rujuk menurut lugah dan istilah?
Jawab :
/begin
/end
Tidak ada komentar:
Posting Komentar