dalam bentuk perlakuan, tindakan-tindakan yang bijaksana, tepat sesuai kondisi dan situasi. Pendidik akan menyiapkan dan menyampaikan pelajaran, memberikan tugas, latihan dan bimbingan disesuaikan dengan kemampuan dan tahap perkembangan peserta didik
a. Konsep Perkembangan Perilaku dan Pribadi Peserta Didik
1) Pengertian Individu
Dalam konteks pendidikan peserta didik harus dipandang sebagai pribadi yang utuh, yaitu sebagai satu kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk sosial, sebagai satu kesatuan jasmani dan rohani, serta sebagai mahluk Tuhan. Dengan melihat sifat-sifat dan ciri-ciri tersebut pada hakekatnya setiap manusia adalah
pribadi atau individu yang utuh, tidak dapat dibagi, tidak dapat dipisahkan dan bersifat unik. Artinya manusia tidak dapat dipisahkan dari jiwa dan raganya, rohaniah dan jasmaniahnya, kegiatan jiwa dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan keseluruhan jiwa raganya bukan kegiatan jiwa saja dan
sebaliknya. Bersifat unik menunjukkan sifat khas yang membedakan individu tersebut dengan individu lainnya, bahwa di dunia ini tidak ada orang yang persis sama. Dengan demikian peserta didik sebagai individu memiliki karakteristik yang
berbeda dengan peserta didik lainnya (Sunarto, 2002:2).
2) Keragaman Karakteristik Individu
Usia anak SD berada dalam akhir masa kanak-kanak yang berlangsung dari usia 6 s.d. 12 tahun (Yusuf, 2014:23). Individu yang melakukan kegiatan belajar adalah peserta didik, oleh karena itu dalam proses dan kegiatan belajar tidak dapat
melepaskan peserta didik dari karakteristik, kemampuan dan perilaku individualnya. Keragaman karakteristik dapat dilihat secara fisik, kepribadian dan perilaku seperti berbicara, bertindak, mengerjakan tugas, memecahkan masalah,
dsb. Dari berbagai keragaman karakteristik peserta didik yang paling penting dipahami oleh guru adalah keragaman dalam kecakapan (ability) dan kepribadian (Makmun, 2009:53).
Adanya informasi mengenai karakteristik individu memberikan implikasi kepada proses pembelajaran yaitu pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik sebagai individu. Hal yang sangat penting dalam melaksanakan proses pembelajaran adalah guru menciptakan kondisi kondusif supaya setiap individu peserta didik dapat belajar secara optimal, meskipun mereka berada dalam kelompok. Dengan demikian dalam proses pembelajaran setiap individu memerlukan perlakuan yang berbeda, maka strategi dan upaya pelaksanaanya
pun akan berbeda pula.
Menurut Desmita (2014:57) ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan berkaitan dengan karakteristik individual peserta didik, yaitu (1) Karaketristik yang berkaitan
dengan kemampuan awal atau prerequisite skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang berhubungan dengan aspek psikomotor. (2) Karakteristik yang berkaitan dengan latar belakang dan status sosio-kultural. (3)
Karakteristik yang berkaitan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti perasaan, sikap, minat dan sebagainya.
Sangat penting bagi guru memahami keragaman karakteristik individu peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran. Pemahaman ini sangat bermanfaat dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dan tepat
sehingga dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara efektif. Selain itu, guru dapat menyusun dan mengorganisasikan materi pembelajaran dan menentukan media yang tepat. Pemahaman karakteristik individu peserta didik
juga berguna untuk memotivasi dan membimbing peserta didik sehingga dapat mencapai prestasi yang optimal sesuai dengan potensinya.
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keragaman Individu
Karakteristik atau ciri-ciri individual adalah keseluruhan perilaku dan kemampuan individu sebagai hasil pembawaan dan lingkungan. Pembawaan yang bersifat alamiah (nature) adalah karakteristik individu yang dibawa sejak lahir (diwariskan
dari keturunan), sedangkan nurture (pemeliharaan, pengasuhan) adalah faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi individu sejak dari masa pembuahan sampai selanjutnya. Nature dan nurture ini merupakan faktor yang mempengaruhi keragaman individual. Nature dan nurture ini merupakan faktor yang mempengaruhi keragaman individual. Seorang bayi yang baru lahir merupakan perpaduan keturunan dari keluarga ayah dan ibunya. Selama perkembangannya dari mulai pembuahan mendapat berbagai pengaruh dari lingkungan secara berkesinambungan. Hal ini akan membentuk pola karakteristik perilaku yang
berbeda dengan individu-individu yang lain. (Desmita, 2014:56).
a. Tahapan Perkembangan Perilaku dan Pribadi Peserta Didik
Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua istilah yang berbeda tetapi tidak berdiri sendiri. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan alamiah secara kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Menurut Libert, Paulus, dan Strauss (Sunarto, 2002: 39) bahwa perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksinya dengan lingkungan. Istilah perkembangan lebih mencerminkan perubahan psikologis. Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada masa-masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan dan merupakan kesiapan awal dari suatu fungsi psikofisik untuk menjalankan fungsinya (Makmun, 2009: 79).
Belajar atau pendidikan dan latihan adalah perubahan perilaku sebagai hasil usaha yang disengaja oleh individu, sedangkan kematangan dan pertumbuhan adalah perubahan yang berlangsung secara alamiah. Pada batas-batas tertentu perkembangan dapat dipercepat melalui proses belajar.
Para ahli psikologi sependapat bahwa terdapat urutan yang teratur dalam perkembangan yang tergantung pada pematangan organisme sewaktu berinteraksi dengan lingkungan. Banyak pendapat ahli mengenai tahapan perkembangan, namun berkaitan dengan pembelajaran (pendidikan) menurut Yusuf (2014: 23) digunakan pentahapan yang bersifat eklektik. Berdasarkan pendapat tersebut, perkembangan individu sejak lahir sampai masa kematangan adalah seperti di bawah ini.
Pemahaman tahapan perkembangan yang dapat digunakan oleh pendidik meliputi: (1) apa yang harus diberikan kepada peserta didik pada masa perkembangan tertentu? (2) Bagaimana caranya mengajar atau menyajikan pengalaman belajar kepada peserta didik pada masa-masa tertentu?
Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Umur 6 – 7 tahun umumnya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa keserasian bersekolah dibagi menjadi dua fase sebagai berikut ini.
b. Masa kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6/7 tahun sampai 9/10 tahun.
Menurut Yusuf (2014:24) beberapa sifat anak-anak masa ini adalah sebagai berikut.
1) Ada hubungan positif yang tinggi antara kondisi jasmani dengan prestasi, misalnya bila jasmaninya sehat maka banyak mendapatkan prestasi.
2) Sikap mematuhi kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
3) Terdapat kecenderungan memuji diri sendiri (menyebut nama sendiri).
4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain.
5) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka anak akan mengabaikannya karena soal itu dianggap tidak penting.
6) Pada masa ini (terutama 6,0 – 8,0 tahun) anak menginginkan nilai (nilai rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya pantas diberi nilai baik atau tidak.
c. Masa kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9,0/10,0 sampai umur 12,0/13,0 tahun.
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut.
1) Memiliki minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret sehingga cenderung membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2) Sangat realistik, ingin mengetahui, dan ingin belajar.
3) Menjelang akhir masa ini sudah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, menurut para ahli aliran teori faktor hal ini ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor atau bakat-bakat khusus.
4) Sampai sekitar umur 11,0 tahun anak memerlukan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.
Setelah ini berakhir, umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya
5) Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajar di sekolah.
6) Anak-anak pada umur ini senang membentuk kelompok sebaya umumnya agar dapat bermain bersama-sama. Umumnya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional yang sudah ada, mereka membuat peraturan sendiri.
Masa keserasian bersekolah diakhiri dengan suatu masa yang disebut masa poeral. Berdasarkan penelitian banyak ahli, sifat-sifat khas anak-anak masa poeral (Yusuf, 2014:25) dapat dirangkum dalam dua hal, yaitu:
1) Diarahkan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak poeral ditujukan untuk berkuasa; apa yang diidam-idamkannya adalah si kuat, si jujur, si juara, dan sebagainya.
2) Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya; misalnya, mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Anak-anak masa ini membutuhkan kelompokkelompok sebaya.
Dorongan bersaing pada mereka besar sekali, karena itu masa ini sering diberi ciri sebagai masa kompetisi sosial.
Hal yang penting pada masa ini adalah sikap anak terhadap otoritas (kekuasaan), khususnya otoritas orang tua dan guru. Anak-anak poeral menerima otoritas orang tua dan guru sebagai suatu hal yang wajar. Oleh karena itu, anak-anak mengharapkan kehadiran orangtua dan guru serta pemegang otoritas orang dewasa yang lain.
d. Prinsip-prinsip Perkembangan dan Implikasinya terhadap Pendidikan.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip perkembangan yang perlu diperhatikan untuk memahami perkembangan anak. Pemahaman ini akan menolong saat membimbing peserta didik. Menurut Makmun (2009:85) beberapa prinsip atau hukum perkembangan dan implikasinya dalam pendididkan, yaitu seperti di bawah ini.
Prinsip/Hukum Perkembangan
|
Implikasi Terhadap Pendidikan
|
Perkembangan dipengaruhi oleh faktor-faktor pembawaan (H: heredity), lingkungan (E: environment),dan
kematangan (T:time)
P= f (H,E,T) atau
P= f a + b1H +b2E + b3T
|
Pengembangan (penyusunan,
pemilihan, penggunaan) materi, strategi,
metodologi, sumber, evaluasi belajar-mengajar
hendaknya memperhatikan ketiga faktor
tersebut.
Misalnya ketika guru akan
membelajarkan matematika kepada peserta didik SD, maka pemilihan aspek-aspek di muka
hendaknya memperhatikan tingkat kemampuan
kognitif peserta didik, dan tahap perkembangan kognitifnya. Umumnya peserta didik SD masih
berpikir konkret, berikan contoh-contoh yang
sesuai dengan taraf pemahaman dan pengalaman yang
sudah dimiliki peserta didik.
|
Proses perkembangan itu berlangsung secara bertahap
(progresif, sistematik,
berkesinambungan)
1. Progresif: perubahan yang terjadi bersifat maju/meningkat/ mendalam/meluas.
2. Sistematik: perubahan antar bagian terdapat saling ketergantungan sebagai suatu kesatuan yang harmonis.
3. Berkesinambungan: perubahan berlangsung secara beraturan dan berurutan, serta tidak meloncat-loncat
|
Program (kurikulum)
pembelajaran disusun secara
bertahap dan berjenjang
1. dari yang sederhana menuju
kompleks
2. dari mudah menuju sukar
3. sistem belajar-mengajar
diorganisasikan agar
terlaksananya prinsip mastery
learning (belajar
tuntas) dan continous progress
(maju
berkelanjutan).
|
Bagian-bagian dari
fungsi-fungsi organisme mempunyai garis perkembangan dan tingkat kematangan masing-masing. Meskipun demikian, sebagai kesatuan organis dalam prosesnya terdapat korelasi dan bahkan kompensatoris antara yang satu dengan yang lainnya
|
Sampai batas tertentu, program
dan strategi
belajar-mengajar seyogyanya
dalam bentuk:
1. correlated curriculum
(kurikulum yang
berhubungan) atau
2. broadfields (ruang lingkup
luas), atau
3. subject matter oriented
(berorientasi materi
subjek, sampai batas tertentu
pula)
|
Terdapat variasi
dalam tempodan irama perkembangan antar
individu dan kelompok tertentu
(menurut latar belakang, jenis
geografis dan budaya)
1. Setiap anak memiliki tempo kecepatan perkembangan sendiri-sendiri, ada yang cepat, sedang, dan lambat.
2. Perkembangan berlangsung sesuai dengan iramanya, pada suatu masa laju perkembangannya cepat, tapi pada waktu berikutnya lambat.
|
Program dan strategi
pembelajaran, sampai batas tertentu, seyogyanya
diorganisasikan agar memungkinkan belajar secara
individual di samping secara kelompok (misalnya
dengan sistem pengajaran Modula atau SPM) Terdapat perbedaan kecepatan
perkembangan di antara peserta didik, ada yang
cepat, normal dan lambat. Guru seyogyanya sampai
batas tertentu selain membuat program dan
strategi belajar mengajar secara kelompok, juga
membuat program dan strategi pembelajaran
individual bagi peserta didik.
|
Proses perkembangan itu pada awalnya lebih bersifat diferensiasi dan pada akhirnya lebih bersifat integrasi antar bagian dan fungsi organisme.
|
Program dan strategi
pembelajaran seyogyanya
diorganisasikan agar
memungkinkan proses yang
bersifat:
1. deduktif-induktif: dari umum
ke khusus
2. anilisis-sintesis:
mengidentifikasi bagian-bagian kemudian merangkai
bagian-bagian menjadi suatu kesatuan.
Contoh: peserta didik
menguraikan kata sebagai bagian dari kalimat -
kemudian pesertadidik merangkai kata-kata menjadi suatu kalimat.
Contoh: peserta didik
menguraikan bagianbagian dari komputer, lalu siswa menyusun bagian-bagian itu menjadi komputer yang utuh
3. global-spesifik-global
Contoh: Anak mengenal kata
sebagai suatu keseluruhan, lalu mengenal
huruf-huruf yang membentuk kata, kemudian melihat
kata sebagai suatu keseluruhan.
|
Dalam batas-batas masa peka, perkembangan dapat dipercepatatau
diperlambat oleh kondisilingkungan.
|
Program dan strategi
pembelajaran seyogyanya dikembangkan dan
diorganisasikan agar merangsang, mempercepat, dan
menghindari ekses memperlambat laju perkembangan anak didik.
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang
merupakan titik kulminasi (titik puncak) dari suatu fase
pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu
fungsi untuk menjalankan fungsinya.
Pada masa peka (kematangan)
anak sangat mudah menerima rangsangan untuk
tumbuh berkembang secara cepat. Oleh
karena itu program dan strategi pembelajaran sebaiknya
disesuaikan dengan kematangan aspek
perkembangan peserta didik.
Contoh:
• program untuk mengembangkan
keterampilan dasar seperti membaca, menulis,
dan berhitung.
• mulai usia 6 tahun sudah berkembang koordinasi antara mata dan tangan maka
dapat diberikan rangsangan untuk mengembangkan
kemampuan membidik, menyepak, melempar,
dan menangkap.
• peserta didik kelas awal
belum mampu/matang untuk menangkap masalah-masalah
yang bersifat abstrak, maka program
dan strategi pembelajaran harus bersifat konkret
yang disertai contoh konkret.
Usaha pemaksasan terhadap
kecepatan tibanya masa peka/kematangan yang
terlalu awal akan mengganggu perkembangan tingkah
laku anak.
|
Laju perkembangan anak berlangsung lebih pesat pada periode kanak-kanak dari periode-periode berikutnya
|
Lingkungan hidup dan pendidikan
kanak-kanak (TK) sangat penting untuk
memperkaya pengalaman dan mempercepat laju perkembangannya.
|
e. Tugas-tugas Perkembangan Akhir Masa Kanak-kanak
Menurut Havighurst (Hurlock, 2003:9) tugas-tugas perkembangan adalah tugas
yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu.
Apabila individu berhasil menguasai tugas-tugas perkembangan akan
menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam
melaksanakan tugas perkembangan selanjutnya. Sebaliknya apabila tidak
berhasil maka akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan menimbulkan kesulitan
dalam menghadapi tugas-tugas selanjutnya. Pendidikan hakekatnya bertujuan
membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangan.
Tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak menurut Havighurts (Hurlock,
2003:10) adalah sebagai berikut ini.
a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan dan kegiatan
fisik.
b. Membangun sikap hidup yang sehat.
c. Belajar bergaul dan bekerja sama dengan teman-teman seusianya.
d. Mulai belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelaminnya.
e. Mempelajari keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan
berhitung.
f. Mengembangkan pengertian-pengertian atau konsep yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari.
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan nilai-nilai.
h. Mempelajari sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga.
i. Mencapai kemandirian pribadi.
f. Identifikasi Keragaman Karakteristik Peserta Didik
Tugas perkembangan memegang peranan penting dalam menentukan arah
perkembangan yang normal. Terdapat perbedaan peserta didik dalam
penguasaan tugas-tugas perkembangan, mungkin ada yang cepat, lambat dan
normal. Untuk kepentingan bimbingan dalam pembelajaran guru perlu mengetahui
tingkat penguasaan tugas-tugas perkembangan siswa dalam berbagai aspek
perkembangan. Adapun cara untuk mengidentifikasinya adalah sebagai berikut ini.
1) Pelajari dan pahami tugas-tugas perkembangan masa akhir kanak-kanak
(siswa SD).
2) Jabarkan tugas-tugas perkembangan kepada keterampilan-keterampilan dan
pola perilaku yang bersifat operasional. Contoh: Keterampilan dasar berhitung
adalah keterampilan menambah, mengurangi, perkalian, pembagian pada
bilangan bulat dan pecahan.
3) Lakukan obervasi. Guru mengamati perilaku peserta didik pada saat
pembelajaran dengan menggunakan pedoman pengamatan, yang berisi
aspek-aspek yang akan diamati. Pengamatan guru fokus kepada satu orang
atau paling banyak tiga orang. Pengamatan dapat dilakukan terhadap kegiatan
atau perilaku peserta didik yang menonjol baik yang positif maupun negatif
atau menyimpang dengan cara: 1) menggunakan pedoman observasi, 2)
catatan anekdot (tanpa dirancang secara khusus; tanpa pedoman
pengamatan; insidental).
4) Lakukan wawancara. Pada situasi tertentu jika diperlukan, guru bisa
melakukan wawancara kepada peserta didik tertentu (peserta didik kelas
tinggi) dan orang tuanya untuk memperdalam pemahaman. Dalam
melaksanakan hal ini guru dapat pula menggunakan pedoman wawancara.
5) Menggunakan angket atau inventori (jika tersedia) untuk mengungkap aspekaspek
kepribadian
peserta
didik.
6) Menggunakan analisis prestasi belajar, tugas, dan karya peserta didik untuk
mengidentifikasi aspek kecakapan dan kepribadian peserta didik.
7) Informasi dari orang tua serta teman-teman peserta didik.
8) Hasil identifikasi di analisis dan dibuat catatan.
9) Catatan dikembangkan menjadi langkah-langkah pengembangan atau
pemecahan masalah, dan tindak lanjut.
2. Potensi Peserta Didik
Tujuan pembelajaran hakekatnya adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensinya secara optimal, oleh karena itu guru
seyogyanya memiliki motivasi dan bekerja keras mengenali dan memahami
potensi peserta didik asuhannya secara cermat dan jujur. Dengan
memahami potensi peserta didik, guru dapat memberi gambaran yang tepat
tentang kekuatan dan kelemahan, kelebihan dan kekurangan peserta didik,
serta dapat mengetahui potensi yang perlu ditingkatkan dan kelemahan
yang perlu diminimalisasi. Dengan demikian, guru dapat merencanakan
pembelajaran yang tepat, kreatif, dan efektif agar peserta didik mencapai
prestasi terbaiknya sesuai dengan potensinya.
Setiap peserta didik dianugerahi potensi (potential ability) atau kapasitas
(capacity). Terdapat keragaman atau perbedaan potensi yang dimiliki
peserta didik yang satu dengan yang lainnya, baik dalam jenis potensi yang
dimiliki maupun dalam kualitas potensi.
a. Pengertian Potensi
Potensi adalah kemampuan yang masih terkandung dalam diri peserta didik yang
diperoleh secara herediter (pembawaan). Menurut Syaodih (2007:159) kecakapan
potensial merupakan kecakapan-kecakapan yang masih tersembunyi, masih
kuncup belum terwujudkan, dan merupakan kecakapan yang dibawa dari
kelahiran. Dengan demikian potensi merupakan modal dan sekaligus batas-batas
bagi perkembangan kecakapan nyata atau hasil belajar. Peserta didik yang
memiliki potensi yang tinggi memungkinkan memiliki prestasi yang tinggi pula, tapi
tidak mungkin prestasinya melebihi potensinya. Melalui proses belajar atau
pengaruh lingkungan, maka potensi dapat diwujudkan dalam bentuk prestasi hasil
belajar atau kecakapan nyata dalam berbagai aspek kehidupan dan perilaku. Oleh
karena potensi merupakan kecakapan yang masih tersembunyi atau yang masih
terkandung dalam diri peserta didik, maka guru sebaiknya memiliki kemauan dan
kemampuan mengidentifikasi potensi yang dimiliki peserta didik yang menjadi
siswa asuhnya, kemudian membantu mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal.
b. Jenis-jenis Potensi
Potensi dibedakan menjadi potensi fisik dan potensi psikologis (Desmita, 2014:40).
Potensi psikologis berkaitan dengan kecerdasan atau inteligensi (intelligence),
bakat (aptitude), dan kreativitas. Kecerdasan diantaranya adalah kecerdasan umum (kemampuan intelektual) dan kecerdasan majemuk. Bakat terbagi menjadi bakat sekolah (scholastic aptitude) dan bakat dalam pekerjaan (vocational aptitude).
1) Potensi Fisik
Potensi fisik berkaitan dengan kondisi dan kesehatan tubuh, ketahanan dan kekuatan tubuh, serta kecakapan motorik (Desmita,2014:53). Ada di antara individu yang memiliki potensi fisik yang luar biasa, mampu membuat gerakan fisik yang efektif dan efisien serta memiliki kekuatan fisik yang tangguh. Menurut Gardner (Syaodih, 2007:95) individu yang memiliki kecerdasan kinestetis, berbakat dalam bidang fisik mampu mempelajari olah raga dengan cepat, selalu menunjukkan permainan yang baik, atau individu yang berbakat dalam seni tari mampu menguasai gerakan-gerakan yang indah dan lentur.
2) Potensi Psikologis
a) Potensi Kecerdasan Umum
Kecerdasan umum (general intelligence) atau kemampuan intelektual merupakan kemampuan mental umum yang mendasari kemampuannya untuk mengatasi kerumitan kognitif (Gunawan, 2006:218) . Kemampuan umum dikaitkan dengan kemampuan untuk pemecahan masalah, berpikir abstrak, keahlian dalam pembelajaran. Menurut Syaodih (2007:256) seseorang yang memiliki kecerdasan yang tinggi maka memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengenal, menerima, dan memahami pengetahuan, menganalisa, mengevaluasi, dan memecahkan masalah, membaca, menulis, serta mengingat fakta. Inteligensi atau kemampuan intelektual merupakan potensi bawaan (potential ability) yang dikaitkan dengan keberhasilan peserta didik dalam bidang akademik di sekolah. Peserta didik yang memiliki intelektual tinggi atau IQ nya (tingkat intelegensi) tinggi diprediksi akan memiliki prestasi belajar yang tinggi pula, dan sebaliknya.
b) Kecerdasan Majemuk
Menurut Gardner (Syaodih, 2011:95) tingkat inteligensi atau IQ bukan satusatunya kecerdasan yang dapat meramalkan kesuksesan, akan tetapi ada kecerdasan dalam spektrum yang lebih luas yaitu kecerdasan majemuk (multiple intelligentce). Dalam diri anak terdapat berbagai potensi atau kecerdasan majemuk. Menurut Gardner setiap anak memiliki kecenderungan dari delapan kecerdasan, meskipun memiliki tingkat penguasaan yang berbeda.
• Kecerdasan bahasa (verbal-linguistic intelligence), kecakapan berpikir melalui kata-kata, menggunakan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang kompleks (penulis, ahli bahasa, sastrawan, jurnalis, orator, penyiar adalah orang-orang yang memiliki inteligensi linguistik yang tinggi.
• Kecerdasan matematika - logis (logical-mathematical intelligence), kecakapan untuk menyelesaikan operasi matematika (para ilmuwan, ahli matematis,
akuntan, insinyur, pemrogram komputer).
• Kecerdasan spasial–visual (visual-spatial intelligence), kecakapan berpikir dalam ruang tiga dimensi (pilot, nakhoda, astronot, pelukis, arsitek, dll.)
• Kecerdasan kinestetis atau gerakan fisik (kinesthetic intelligence). Kecakapan melakukan gerakan dan keterampilan-kecekatan fisik (olahragawan, penari, pencipta tari, perajin profesional, dokter bedah).
• Kecerdasan musik (musical intelligence). Kecakapan untuk menghasilkan dan menghargai musik, sensitivitas terhadap melodi, ritme, nada, tangga nada, (komposer, musisi, kritikus musik, penyanyi, pengamat musik).
• Kecerdasan hubungan sosial (interpersonal intelligence). Kecakapan memahami dan merespon serta berinteraksi dengan orang lain secara efektif (guru, konselor, pekerja sosial, aktor, pimpinan masyarakat, politikus)
• Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence). Kecakapan mengenali dan memahami diri serta menata diri sendiri secara efektif (agamawan, psikolog, psikiater, filsuf).
• Kecerdasan naturalis adalah kecakapan manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta (petani, ahli botani, arkeolog, antropolog, ahli ekologi, ahli tanah,atau pecinta lingkungan).
Konsep kecerdasan majemuk bukanlah hal baru, ahli-ahli lain menyebutnya sebagai bakat atau aptitude. Dalam pandangan Gardner tidak ada manusia bodoh, terutama jika individu diberikan rangsangan yang tepat. Setiap peserta didik memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda dari 8 kecerdasan majemuk.
Setiap kecerdasan akan menjadi suatu kemampuan yang luar biasa jika lingkungan (orangtua dan guru) memberikan rangsangan yang tepat.
c) Bakat
Bakat merupakan kecakapan dasar atau suatu potensi yang merupakan pembawaan untuk memperoleh suatu pengetahuan atau keterampilan pada bidang tertentu. Setiap individu memiliki bakat hanya berbeda baik dalam derajat maupun jenisnya. Bakat dapat dikelompokkan menjadi bakat bilangan, bakat bahasa, bakat tilikan ruang, tilikan hubungan sosial, dan bakat gerak motoris (Makmun, 2009:55). Pembagian jenis bakat mungkin dikaitkan dengan bidang studi atau bakat sekolah (scholastic aptitude) atau bidang pekerjaan (vocational aptitude). Bakat sekolah berkaitan dengan kemampuan penguasaan ilmu, penguasaan mata pelajaran, seperti bakat matematika, bahasa, fisika, sejarah, IPS, olah raga, musik, menggambar dan keterampilan. Bakat pekerjaan berkaitan dengan penguasaan bidang pekerjaan seperti bidang teknik, pertanian, dan
ekonomi.
d) Kreativitas
Kreativitas memegang peranan penting dalam kehidupan manusia . Dengan kreativitas individu dapat mencapai keberhasilan dan kebahagiaan. Orang kreatif adalah orang yang unggul, terus belajar, dan membuat kreasi. Setiap orang memiliki potensi kreatif meskipun dalam derajat yang berbeda (DePorter, 2001:293). Kreativitas mengarah ke penciptaan sesuatu yang baru, berbeda, unik, baik itu berbentuk lisan, tulisan, maupun konkret atau abstrak. Kreativitas timbul dari pemikiran divergen. Berpikir divergen mempertimbangkan beberapa jawaban yang mungkin ada untuk suatu masalah (Hurlock, 2013:5). De Bono (1991:8) menyebutnya sebagai berpikir lateral. Pola berpikir lateral selalu berkaitan dengan ide-ide baru sehingga nampak erat kaitannya dengan pola berpikir kreatif. Berpikir secara divergen atau lateral, memberi kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapat sebanyak mungkin tanpa memikirkan bahwa pendapat yang disampaikan itu benar atau salah, memberikan jawaban yang berbeda, memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah, dan memberikan gagasangagasan yang berbeda
atau baru.
• Hubungan Kreativitas dengan Kecerdasan
Menurut Hurlock (2013:4-5) tidak selamanya orang yang kreatif memiliki inteligensi yang tinggi. Kadang-kadang ditemukan orang yang memiliki bakat kreatifnya tinggi tetapi tingkat kecerdasannya rendah, dan tidak semua orang yang tingkat kecerdasannya tinggi adalah pencipta. Kreativitas dan kecerdasan akan berjalan seiring apabila faktor lingkungan dan dalam diri individu tidak mengganggu perkembangan kreativitas. Apabila tidak ada hambatan yang mengganggu perkembangan kreativitas, maka semakin cerdas anak semakin dapat ia menjadi kreatif.
• Kondisi yang Meningkatkan Kreativitas
Dalam mengembangkan kreativitas peserta didik lebih mengutamakan proses bukan hasil sehingga guru perlu menghargai apa yang telah dilakukan oleh peserta didik. Anak merasa puas dapat menciptakan sesuatu sendiri dan jika dihargai maka dia akan merasa bahagia. Penghargaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepribadian anak. Sebaliknya tidak ada yang lebih mengurangi harga dirinya selain kritikan dan ejekan terhadap kreasi tersebut.
Kreativitas berkembang pada lingkungan yang hangat, menghargai, mendorong, dan memberi rasa aman untuk mengekspresikan kreativitasnya. Cara mendidik yang demokratis dan permisif di rumah dan sekolah meningkatkan kreativitas, sedangkan cara mendidik yang otoriter melemahkanya. Cara mendidik yang demokratis meningkatkan kreativitas karena memberi kesempatan yang lebih banyak kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya. Sedangkan cara mendidik yang permisif memberi kebebasan kepada anak untuk mengemukakan ide-ide tanpa takut salah.
Selain itu untuk mengembangkan kreativitas diperlukan sarana dan prasarana untuk mengembangkannya. Seperti halnya potensi yang lain bakat kreatif dikembangkan melalui interaksinya dengan lingkungan. Hurlock (2013:11) menyatakan terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas, seperti berikut ini.
(1) Waktu. Beri kesempatan kepada anak untuk memiliki waktu bebas untuk menemukan ide-ide dan mempraktekkan idenya.
(2) Kesempatan. Berikan waktu dan kesempatan menyendiri untuk mengembangkan kehidupan imajinatif yang kaya, bebas dari tekanan kelompok sosial.
(3) Dorongan. Berikan dorongan untuk kreatif meskipun prestasinya tidak sesuai
dengan standar orang dewasa, jangan diejek atau dikritik
(4) Sarana. Sediakan sarana yang merupakan hal penting untuk merangsang dorongan eksperimen dan eksplorasi.
(5) Lingkungan. Berikan lingkungan rumah dan sekolah yang merangsang kreativitas anak. Bimbinglah untuk menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas dan berikan sedini mungkin sejak anak masih bayi dan lanjutkan hingga masa sekolah
(6) Percaya diri. Bangun hubungan orangtua dan anak yang tidak posesif, agar memberikan rasa percaya diri dan mandiri.
(7) Cara mendidik. Didiklah anak secara demokratis dan permisif baik di rumah dan di sekolah yang akan meningkatkan kreativitas.
(8) Pengetahuan. Kreativitas tidak muncul dalam kehampaan. Berikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan yang dapat diperoleh anak, semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif. Pulaski mengatakan, “Anak-anak harus berisi agar dapat berfantasi”.
• Karakteristik Kreativitas
Beberapa ahli psikologi mengemukakan karakteristik kreativitas berdasarkan hasil
studi terhadap kreativitas. Menurut Munandar (Ali, 2014:52) ciri-ciri kreativitas
antara lain sebagai berikut: (1) senang mencari pengalaman baru; (2) memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas sulit; (3) memiliki inisiatif; (4) sangat tekun; (4) cenderung bersikap kritis terhadap orang lain; (6) berani menyatakan pendapat dan keyakinannya; (7) selalu ingin tahu; (8) peka atau perasa; (9) enerjik dan ulet; (10) menyenangi tugas-tugas yang majemuk; (11) percaya diri; (12) memiliki rasa humor: (13) memiliki rasa keindahan; (14) berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
• Tahapan Kreativitas
Menurut Wallas (Ali, 2014:51) keberhasilan orang-orang kreatif dalam mencapai ide, gagasan, pemecahan, cara kerja, dan karya baru biasanya melewati beberapa tahapan seperti berikut ini.
(1) Persiapan meletakan dasar: mempelajari latar belakang masalah, seluk beluk dan problematiknya. Pada tahapan ini diperlukan minat dan antusiasme untuk memperoleh pengetahuan dan informasi sebagai persiapan untuk kreativitas.
Guru perlu memberikan informasi atau pengetahuan yang memadai kepada peserta didik sebagai dasar pengembangan kreativitasnya.
(2) Inkubasi: mengambil waktu untuk meninggalkan masalah, istirahat, santai. Mencari kegiatan yang melepaskan diri dari kesibukan pikiran mengenai masalah yang sedang dihadapi. Pada tahap ini proses pemecahan masalah diendapkan dalam alam pra sadar.
(3) Iluminasi: tahap ini disebut sebagai tahap pemahaman, suatu tahap mendapatkan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru.
(4) Verifikasi/produksi: menghadapi dan memecahkan masalah-masalah praktis, sehubungan dengan perwujudan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru. Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah untuk mewujudkan ide dan gagasan kreatif menjadi karya kreatif dan inovatif.
a. Identifikasi Potensi Peserta Didik
Guru dapat mengidentifikasi kemampuan intelektual atau kecerdasan umum, kecerdasan majemuk, bakat, dan jreativitas peserta didik melalui cara berikut ini.
1) Identifikasi Kemampuan Intelektual atau Kecerdasan Umum
a) Mengamati kemampuan intelektual dan kecerdasan umum peserta didik. Identifikasi hasil pengamatan ini bersifat tentatif, tetapi dapat memberi kontribusi kepada guru untuk melakukan penyesuaian yang memadai terhadap kondisi objektif peserta didik. Menurut Makmun (2009:56) guru dapat menandai peserta didik dengan membandingkannya dengan peserta didik lainnya di kelas.
- Peserta didik yang cenderung selalu lebih cepat dan mudah memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugasnya, dibandingkan dengan teman-temannya, lebih awal dari waktu yang telah ditetapkan (accelerated students).
- Peserta didik yang cenderung selalu mencapai hasil rata-rata saja, dan hanya dapat menyelesaikan tugasnya sesuai batas waktu yang telah ditetapkan dibandingkan dengan teman-temannya (average students).
- Peserta didik cenderung selalu memiliki kesulitan dalam memahami materi pelajaran, mencapai hasil yang lebih rendah dari teman-temannya, dan hampir selalu tidak dapat menyelesaikan tugasnya sesuai batas waktu yang telah ditetapkan (slow learners).
b) Analisis hasil ulangan atau tes, tugas, wawancara, analisis himpunan data prestasi belajar (nilai rapor) sebelumnya, sikap perilaku, dan hasil psikotes, dsb.
Cara-cara identifikasi tersebut di atas dapat saling melengkapi untuk mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai potensi peserta didik. Hal penting yang perlu mendapat perhatian khusus dan menjadi prioritas untuk diidentifikasi adalah peserta didik prestasinya sering di bawah KKM, yang lambat belajar, serta tingkat kreativitasnya rendah.
2) Identifikasi Kecerdasan Majemuk dan Bakat
Mengidentifikasi bakat dan kecerdasan majemuk peserta didik dapat menggunakan cara yang sama dengan identifikasi kemampuan intelektual, namun lebih diarahkan kepada bidang studi atau kelompok bidang studi. Bakat khusus di suatu bidang studi biasanya baru nampak jelas pada awal masa remaja.
3) Identifikasi Kreativitas Peserta Didik
Untuk mengidentifikasi kreativitas dapat menggunakan cara
(1) pengamatan, yaitu mengamati proses ketika anak sedang membuat karya kreatif;
(2) analisis tes, bila peserta didik diberikan kebebasan untuk memberikan beberapa alternatif jawaban; dan
(3) analisis karya kreatif dan inovatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar